Nama Lamongan berasal dari kata “Lamong” bahasa Jawa Kuno menjadi Lamongan, seperti Surabaya menjadi Surabayan, Madura menjadi Maduran, Sawah menjadi Sawahan, Semarang menjadi Semarangan, Tuban menjadi Tubanan dll. Lamong berarti gila, meraban, meracau, gila asmara, tergesa-gesa, tipis, tembus pandang, cepat, (ekstrem kan artinya?) menurut kamus bahasa Jawa. Lamong terdiri dari dua suku kata, yaitu “la” dan “among” bahasa Sansekerta (Jawa Kuno) yaitu la = panjang, sulit ; among = memelihara, menguasai, melindungi, membina, mengayomi. Tapi arti sesungguhnya adalah “Sulit Dikuasai”.
Kata “Lamongan” banyak dipakai orang antara lain nama Plamongan di Semarang, Kali Lamong dan desa Lamongrejo di Kecamatan Ngimbang, dan ada Gunung Lamongan. Dengan penjelasan bahwa Gunung Lamongan ditempati makam salah seorang Tumenggung Lamongan yang anti Belanda, juga merupakan gunung berapi yang kawahnya selalu berpindah menjadi Ranu.
Sifat orang Lamongan mengutamakan kebersamaan, suka berjuang, ulet berkerja, agamis, terbuka, halus, perasaan, jujur, penuh tanggung jawab, dan petualang (bangga kan jadi orang Lamongan?). Namun, kadang kala kaku dan kasar bila tidak diajak musyawarah, suka merantau, berani membela sebuah kejujuran, tidak garang, dan suka membantu (ehem). Bahasa orang Lamongan adalah bahasa pesisir yang lugas penuh dialek Osing, Madura, Jawa Ngoko, diwarnai budaya Arek atau Bocah (Singosari atau Majapahit).
Orang Lamongan suka berjuang, hal ini dapat dibuktikan bahwa zaman Majapahit orang Lamongan banyak yang menjadi pasukan tempur Majapahit sejak kekuasaan komando Mahapatih Gaja Mada sebagai pasukan darat dan laut. Adipati Unus waktu menyerang Malaka 1513 M dibantu orang Lamongan yang dinamakan Pangeran Sabrang Lor yang kini makamnya berada di Banten. Perang melawan sekutu tanggal 10 November 1945 di Surabaya juga banyak orang Lamongan yang ambyur dalam perjuangan ini dalam laskar Hizbullah-Sabillilah. Tahun 1966 juga tidak sedikit andil perjuangan rakyat untuk ikut menumpas pemberontakan PKI dalam G.30S/PKI sampai ke akar-akarnya.
Sekarang tambah bangga kan menyandang gelar “warga Lamongan” ?
Kata “Lamongan” banyak dipakai orang antara lain nama Plamongan di Semarang, Kali Lamong dan desa Lamongrejo di Kecamatan Ngimbang, dan ada Gunung Lamongan. Dengan penjelasan bahwa Gunung Lamongan ditempati makam salah seorang Tumenggung Lamongan yang anti Belanda, juga merupakan gunung berapi yang kawahnya selalu berpindah menjadi Ranu.
Sifat orang Lamongan mengutamakan kebersamaan, suka berjuang, ulet berkerja, agamis, terbuka, halus, perasaan, jujur, penuh tanggung jawab, dan petualang (bangga kan jadi orang Lamongan?). Namun, kadang kala kaku dan kasar bila tidak diajak musyawarah, suka merantau, berani membela sebuah kejujuran, tidak garang, dan suka membantu (ehem). Bahasa orang Lamongan adalah bahasa pesisir yang lugas penuh dialek Osing, Madura, Jawa Ngoko, diwarnai budaya Arek atau Bocah (Singosari atau Majapahit).
Orang Lamongan suka berjuang, hal ini dapat dibuktikan bahwa zaman Majapahit orang Lamongan banyak yang menjadi pasukan tempur Majapahit sejak kekuasaan komando Mahapatih Gaja Mada sebagai pasukan darat dan laut. Adipati Unus waktu menyerang Malaka 1513 M dibantu orang Lamongan yang dinamakan Pangeran Sabrang Lor yang kini makamnya berada di Banten. Perang melawan sekutu tanggal 10 November 1945 di Surabaya juga banyak orang Lamongan yang ambyur dalam perjuangan ini dalam laskar Hizbullah-Sabillilah. Tahun 1966 juga tidak sedikit andil perjuangan rakyat untuk ikut menumpas pemberontakan PKI dalam G.30S/PKI sampai ke akar-akarnya.
Sekarang tambah bangga kan menyandang gelar “warga Lamongan” ?
0 komentar:
Posting Komentar